Rabu, 29 November 2017

makalah: MANUSIA, SIFAT HAKIKAT DAN PERKEMBANGANNYA

MANUSIA, SIFAT HAKIKATNYA DAN PERKEMBANGANNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan, baik perubahan dalam segi fisiologik maupun dalam segi psikologik. Bagaimana manusia berkembang dibicarakan secara mendalam dalam psikologi khusus yang membicarakan tentang masalah perkembangan manusia. Dalam kesempatan ini akan diketengahkan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam perkembangan manusia ternyata terdapat beberapa pendapat mengenai faktor perkembangan manusia.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu. Hubungan antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal-balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana manusia dan perkembangannya?
2.      Apa faktor pembawaan dan lingkungan?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui manusia dan perkembangannya.
2.      Untuk mengetahui fa.ktor pembawaan dan lingkungan



BAB II
PEMBAHASAN
A.       Manusia Dan Perkembangannya
Manusia adalah makhluk-makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan dalam segi fisiologik maupun perubahan dalam segi psikologik. Mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam perkembangan manusia ternyata terdapat bermaca-macam pendapat dari para ahli, sehingga pendapat-pendapat itu menimbulkan bermacam-macam teori mengenai perkembangan manusia. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lain, bahkan ada yang bertentangan satu dengan yang lain. Teori-teori perkembangan tersebut ialah:
1.         Teori Nativisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh individu pada waktu dilahirkan. Menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-sifat tertentu, dan sifat-sifat inilah yang menentukan keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk didalamnya pendidikan dapat dikataan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopenhauer (Bigot, Kohstamm, Palland, 1950).
Teori ini lebih jauh dapat menimbulkan suatu pendapat bahwa untuk menciptakan suatu masyarakat yang baik, langkah yang dapat diambil ialah mengadakan seleksi terhadap anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak baik tidak diberi kesempatan untuk berkembang, karena ini akan memberikan keturunan yang tidak baik pula. Tapi ternyata teori ini tidak dapat diterima ileh ahli-ahli lain, ini terbukti dengan adanya teori-teori lain diantaranya seperti yang dikemukakan oleh William Stem.
2.         Teori Empirisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamnnya yang diperoleh selama perkembangan individu itu. Dalam pengertian pengalaman termasuk juga pendidikan yang diterima oleh individu yang bersangkutan. Menurut teori ini individu yang dilahirkan itu sebagai kertas atau meja yang putih bersih yang belum ada tulisan-tulisannya. Akan menjadi apakah individu itu kemudian, tergantung kepada apa yang akan dituliskan di atasnya, karena itu peranan pendidikan dalam hal ini sangat besar, pendidklah yang akan menentukan keadaan individu itu di kemudian hari. Karena itu aliran atau teori ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan pandangan yang optimistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi individu. Teori empirisme ini dikemukakan oleh John Locke, juga sering dikenal dengan teori “tabularasa”, yang memandang keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan.
3.         Teori Konvergensi
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergen) dari kedua teori tersebut di atas, yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern. Menurut W. Stern baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu, perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalam dan pendidikan) yang merupakan faktor eksogen.Dari bermacam-macam teori perkembangan seperti tersebut di atas, teori yang dikemukakan oleh W. Stern-lah merupakan teori yang dapat diterima oleh para ahli pada umumnya, sehingga teori yang dikemukakan oleh W. Stern merupakan salah satu hukum perkembangan individu di sampung adanya hukum-hukum perkembangan yang lain. Di Indonesia teori konvergensi inilah yang dapat diterima, seperti yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara:
“ Tentang hubugan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan adanya “konvergensi” yang berarti bahwa kedua-duanya saling mempengaruhi, sehingga garis dasar keadaan itu selalu tarik menarik dan akhirnya menjadi satu. Mengenai perlu tidaknya tuntunan di dalam tubuhnya manusia, samalah keadannya dengan soal perlu atau tidaknya pemeliharaan tumbuhnya tanam-tanaman. Misalnya, kalau sebutir jagung yang baik dasarnya jatuh pada tanah yang baik, banyak airnya dan dapat sinar matahari, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu akan menambah baiknya tanaman. Kalau tak ada pemeliharaan, sedangakan tanahnya tidak baik, atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu walaupun dasarnya baik, tak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih baik dari pada biji lain-lainnya yang tidak baik dasarnya”. (Kihajar Dewantara, 1962).
Tugas-tugas pertumbuhan dan  perkembangan Manusia
Tugas-tugas perkembangan pada masa ini tumbuh atas dasar ketiga dorongan ini.Dunia sosial anak pada masa ini sudah menjadi meluas, anak sudah keluar dari lingkungan keluarga dan ini telah memasuki masa sekolah.Dalam lingkup ini sekolah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan dirinya. Di sekolah anak memperoleh hubungan social secara lebih luas dan memperoleh pengalaman- pengalaman yang baru banyak mempengaruhi dan membantu proses perkembangan khususnya dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan.
Ada Sembilan tugas-tugas perkembangan pada masa ini, yaitu berikut ini :
1.    Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan mempelajari kehidupan fisik merupakan hal yang penting unntuk permainan dan aktivitas fisik karena hal itu mempunyai nilai yang tinggi pada masa anak-anak. Secara psikologis anak sebaya akan mengajarkanya.
1.    Membina sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai suatu organisme yang sedang berkembang
2.    belajar bergaul dengan teman sebaya
3.    Belajar berperan sebagai pria dan wanita secara tepat
4.    Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca,menulis, dan berhitung dengan baik
5.    Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan seahri-hari
6.    Mengembangkan kata hati, moral, dan skala-skala nilai
7.    mencapai kemerdekaan pribadi
8.    Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Tahap-Tahap Perkembangan Manusia
Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang sejak kelahiran hingga kematian.
1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs tidak percaya)
Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan
Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini.
Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.
2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa malu)
Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya dirinya.
3. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)
Kekuatan dasar: Tujuan
Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.
Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara).
4. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)
Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.
5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun
Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs kebingungan peran)
Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.
6. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)
Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or Stagnation
Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
8. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65 tahun hingga mati
Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs keputus asaan)
Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah yang paling benar.
B.    Sifat Hakikat Manusia
Sebelum kita mengetahui sifat hakikat manusia, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa sebenarnya arti kata manusia. Kata manusia berasal dari bahasa sansekerta”manu”, dan dalam bahasa latin “mens” yang artinya berfikir, berakal budi atau homo, yang berarti manusia.
Sifat hakikat manusia menajadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal ini menjadi keharusan karena pendidikan bukanlah sekedar soal praktek melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normative.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manus ia dari hewan . Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologinya.
Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara GRADUAL.  Wujud sifat hakikat manusia, pada bagian ini akan di paparkan wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensi dengan maksud menjadi masukan membenahi konsep pendidikan.
Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan oleh faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan , Prof. Dr. Umar Tirtaraharja dkk , menyatakan :  
1.    Kemampuan Menyadari Diri
            Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia maka manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri kas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dan membuat jarak dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Yang lebih istimewa lagi manusia dikaruniai kemampuan membuat jarak diri dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat melihat kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Kemampuan memahami potensi-potensi dirinya seperti ini peserta didik harus mendapat pendidikan dan perhatian yang serius dari semua pendidik supaya dapat menumbuh kembangkan kemampuan mengeluarkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.
2.    Kemampuan Bereksistensi
            Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia menempatkan diri dan dapat menembus atau menerobos serta mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Sehingga manusia tidak terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan demikian manusia dapat menembus ke sana dan ke masa depan.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta mengembangkan imajinasi kreatifnya sejak masa kanak-kanak.
3.    Kata hati 
            Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik atau benar dan yang buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia. Untuk melihat alternatif mana yang terbaik perlu didukung oleh kecerdasan akal budi. Orang yang memiliki kecerdasan akal budi disebut tajam kata hatinya. Kata hati yang tumpul agar menjadi kata hati yang tajam harus ada usaha melalui pendidikan kata hati yaitu dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian berbuat yang didasari oleh kata hati yang tajam, sehingga mampu menganalisis serta membedakan mana yang baik atau benar dan buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia
4.    Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan  maka yang dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri. Moral dan kata hati masih ada jarak antara keduanya. Artinya orang yang mempunyai kata hati yang tajam belum tentu moralnya baik. Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada aspek kemauan untuk berbuat              .
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moral yang singkron dengan kata hati yang tajam merupakan moral yang baik. Sebaliknya perbuatan yang tidak singkron dengan kata hatinya merupakan moral yang buruk atau rendah.
5.    Tanggung jawab
            Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk tuntutannya adalah penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat bentuk tuntutannya adalah sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Tanggung jawab kepada tuhan bentuk tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk.
6.    Rasa kebebasan
            Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan.
7.    Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai makhluk sosial, yang satu ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.

8.    Kemampuan Menghayati Kabahagiaan
            Kebahagiaan adalah merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses dari kesemuanya itu (yang menyenangkan atau yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut bahagia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah perpaduan dari usaha, hasil atau takdir dan kesediaan menerimanya.

1.    Dimensi Hakikat Manusia Serta Potensi, Keunikan, Dan Dinamikanya
Pada pembahasan telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini sifat hakikat tersebut akan di bahas lagi dimensi-dimensinya atau di tilik dari sisi lain. Ada empat macam dimensi yang akan di bahas, yaitu
1.    Dimensi keindividualan
2.    Dimensi kesosialan
3.    Dimensi kesusilaan
4.    Dimensi keberagamaan
5.    Dimensi Keindividualan
            Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
            Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar  bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan  berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.
2.    Dimensi kesosialan
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan  untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.
3.    Dimensi kesusilaan
            Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai  konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.
Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.
4.    Dimensi Keberagamaan
            Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian.
C.    Faktor Pembawaan dan Lingkungan
Faktor endogen ialah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi, faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. Oleh karena individu itu terjadi dari bertemunya ovum dari ibu dan sperma dari ayah maka tidaklah mengherankan kalau faktor endogen yang dibawa oleh individu itu mempunyai sifat-sifat seperti orang tuanya.
Tetapi seperti telah dikemukakan di muka faktor endogen dalam perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh faktopr eksogen. Apa saja gfaktor-faktor endogen ini? Kenyataan menunjukkan bahwa sewaktu individu dilahirkan telah ada sifat-sifat yang tertentu terutama sifat-sifat yang berhubungan dengan faktor-faktor kejasmanian, misalnya bagaimana kulitnya putih, hitam ataui coklat, bagaimana keadaan rambutnya, pirang, dan sebagainya. Sifat-sifat ini merupakan sifat-sifat yang nereka dapatkan karena faktor keturunan, seperti yang dikenal dengan hukum Mendel.
Faktor pembawaab yang berhubungan dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah. Bagaimana besar keinginan orang untuk mempunyai warna kulit yang putih, bersih, hal ini tidak mungkin kalau karena faktor keturunan kulitnya warna cokelat, demikian pula halnya dengan yang lain-lain.
Disamping itu individu juga mempunyai sifat-sifat pembawaan sifat psikologik yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani, yaitu temperamen. Temperamen merupakan sifat-sifat seseorang yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yaitu yang berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologik seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain, yang terdapat dalam diri manusia.
Seperti dikemukakan oleh Hyocrates dan Galenus, yang menghubungkan sifat-sifat kejasmanian (sstruktur kejasmanian)dengan sifat psikologik dari individu yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal ini ada beberapa tipe temperamen dari manusia, yaitu “sanguinicus, flegmaticus, cholericus, melancholicus”. Temperamen adalah berbeda dengan karakter atau watak, yang kadang-kadang kedua pengertian itu dipersamakan satu dengan yang lain. Karakter atau watak yaitu merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil pembawaan maupun lingkungan. Temperamen pada umumnya bersifat tidak konstan, dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh lingkungan. Seperti apa yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro, bahwa pada individu ada bagian yang dpaat berubah dan ada yang tidak dapat diubah. Yang tidak dapat diubah inilah yang bersifat konstan yaitu yang berhubungan dengan temperamen.
Selain individu mempunyai pembawaan-pembawaan yang berhubungan dengan sifat-sifat kejasmanian dan temperamen, maka individu masih mempunyai sifat-sifat pembawaan yang berupa bakat. Bakat bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dibawa individu sewaktu dilahirkan. Bakat merupakan potensi yang berisi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang ke suatu arah. Bakat bukanlah sesuatu yang telah terjadi, yang telah terbentuk pada waktu individu dilahirkan, tetapi baru merupakan potensi saja.
Agar potensi ini menjadi aktualisasi dibutuhkan kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan bakat-bakat tersebut. Karena itu, untuk dapat beraktualisasi karena kesempatan tidak atau kurang memungkinkan. Untuk mengaktualisasikan bakat diperlukan lingkungan yang baik, yang mendukung, di sinilah letak peranan lingkungan dalam perkembangan individu. Karena itu, langkah yang baik ialah memberi kesempatan untuk mengembangkan bakat sebaik-baiknya. Untuk dapat mengetahui bakat seseorang umumnya digunakan tes bakat (aptitude test) seperti telah dipaparkan di muka.
Sekalipun pengaruh lingkungan tidak bersifat memaksa, namun tidak dapat diingkari bahwa peranan lingkungan cukup besar dalam perkembangan individu. Lingkungan ini secara garis besar dapat dibedakan:
•         Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim, dsb. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula pada individu. Misalnya daerah pegunungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan daerah pantai. Daerah yang mempunyai musim dingin akan memberikan pengaruh yang berbeda dengan daerah yang mempunyai musim panas.
•         Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat dimana dalam lingkungan masyarakat ini ada interaksi individu satu dengan individu lainnya. Keadaan individupun akan memberikan pengaruh tertentu terhadap perkembangan individu. Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan menjadi:
a.       Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan dimana terdpaat hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota yang lainnya, anggota satu dengan yang lain saling kenal dengan baik. Oleh karena di antara anggota telah ada hubungan yang erat maka sudah tentu pengaruh dari lingkungan sosial ini akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan lingkungan sosial yang hubungannya tidak erat.
b.      Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang berhubungan dengan anggotanya agak longgar. Pada umumnya antara anggota satu dengan anggota lainnya tidak saling mengenal. Karena itu, pengaruh lingkungan sosial sekunder akan kurang mendalam bila dibandingkan dengan pengaruh lingkungan sosial primer.
Pengaruh lingkungan sosial, baik primer maupun sekunder sangat kompleks dalam perkembangan individu, hal ini secara mendalam dibicarakan tersendiri dalam psikologi sosial.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu. Hubungan antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal-balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan.
Bagaimana sikap individu terhadap lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.         Individu menolak atau menentang lingkungan.
Dalam keadaan ini lingkungan tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu. Dalam keadaan yang tidak sesuai ini individu dapat memberikan bentuk atau perubahan lingkungan seperti yang dikehendaki oleh individu yang bersangkutan. Misalnya, akibat banjir sebagian jalan terputus. Untuk mengatasi ini dibuat tanggul untuk melawan pengaruh dari lingkungan itu, sehinggaorang tidak menerima begitu saja.
Dalam kehidupan bermasyarakat kadang-kadang orang tidak cocok dengan norma-norma dalam sesuatu masyarakat. Orang dapat berusaha untuk dapat mengubah norma yang tidak baik itu menjadi norma yang baik. Jadi, individu secara aktif memberikan pengaruh terhadap lingkungannya.
2.         Individu menerima lingkungan.
Dalam hal ini keadaan sesuai atau sejalan dengan yang ada dalam diri individu. Dengan demikian, individu akan menerima lingkungan itu.
3.         Individu bersikap netral.
Dalam hal ini individu tidak menerima tetapi juga tidak menolak. Individu dalam keadaan “status quo” terhadap lingkungan.
a.    Pembawaan
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). Pembawaan atau bakat terkandung dalam sel-benih (kiem-cel), yaitu keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan oleh keturunan, inilah yang dalam arti terbatas kita namakan pembawaan (aanleg).
1.      Struktur Pembawaan
Di samping kita memahami bahwa pembawaan yang bermacam-macam yang ada pada anak itu tidak dapat kita amati, jadi belum dapat dilihat sebelum pembawaan menyatakan diri dari perwujudannya (dari potential ablity menjadi actual ablity), kita hendaklah selalu ingat bahwa sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) itu seperti: potensi untuk belajar ilmu pasti, berkata-kata intelijensi yang baik, dan lain-lain merupakan struktur pembawaan anak-anak. Jadi sifat-sifat dalam pembawaan itu tidak berdiri sendiri-sendiri yang satu terlepas dari yang lain. Sifat-sifat yang bermacam-macam dalam pembawaan itu merupakan keseluruhan yang erat hubungannya satu sama lain; yang satu menentukan, mempengaruhi, menguatkan atau melemahkan yang lain. Manusia tidak dilahirkan dengan membawa sifat-sifat pembawaan yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan struktur pembawaan. Struktur pembawaan itu menentukan apakah yang mungkin terjadi dengan seorang manusia tertentu.
Sifat-sifat pembawaan atau kesanggupan-kesanggupan yang termasuk dalam struktur pembawaan itu tidak semuanya dapat berkembang atau menunjukkan diri dalam perwujudannya. Ada pula sifat-sifat yang tetap terpendam, tetap tinggal, latent atau tersembunyi; jadi tetap tinggal sebagai kemungkinan saja, yang tidak dapat mewujudkan diri.
Adapun yang menyebabkan perkembangan sifat-sifat pembawaan itu sehingga menjadi wujud (actual ability) atau tetap tinggal terpendamnya suatu sifat pembawaan (potential ability), ialah faktor-faktor dari luar (umpamanya karena tidak mendapat kesempatan atau latihan atau pengajaran yang cukup) maupun faktor-faktor dari dalam (umpamanya konstitusi badan yang demikian rupa sehingga tidak memungkinkan berkembangnya sifat-sifat pembawaan itu.
2.      Pembawaan dan Keturunan
Dimuka telah dikatakan bahwa pembawaan ialah seluruh kemungkinan yang terkandung dalam sel-benih yang akan berkembang mencapai perwujudannya.
Semua yang dibawa oleh si anak sejak dilahirkan adalah diterima karena kelahirannya; jadi memang adalah pembawaan. Tetapi pembawaan itu tidaklah semuanya diperoleh karena keturunan. Sebaiknya, semua yang diperoleh karena keturunan adalah dapat dikatakan pembawan; atau lebih tepat lagi pembawan keturunan.
Sebuah contoh sebagai penjelasan: seorang anak yang mempunyai kepandaian dan kecakapan tentang seni musik. Ia pandai dan lekas mempelajari segala sesuatu tentang seni musik itu. Ada kemungkinan besar bahwa kesanggupan yang dipunyai si anak benar-benar merupakan sifat-sofat pembawaannya; jadi memang dia berpembawaan atau berbakat sen musik. Tetapi apakah pembawaanya tentang seni musik itu juga adalah diperoleh karena turunan, belum dapat ditentukn dengan pasti.
3.      Pembawaan dan Bakat
Sebenarnya kedua istilah itu- pembawaan dan bakat- adalah dua istilah yang sama maksudnya. Umunya dalam buku-buku psikologi kita dapati kedua istilah itu sejajar, sama-sama dipakai untuk satu pengertian, yaitu pembawaan (aanleg). Titik berat perbedaannya terletak pada luas pengertiannya; yang satu mengandung oengertian yang lebih luas dari pada yang lain. Dengan contoh berikut agaknya menjadi lebih jelas: “ Si A berpembawaan musik, dapa juga dikatakan si A berbakat musik. Si B berpembawaan ilmu pasti dapat juga dikatakan si B berbakat ilmu pasti. Akan tetapi: Si X berpembawaan rambut ikal; janggal jika dikatakan si X berbakat rambut ikal. Si Y berpembawaan badan tinggi; janggal jika dikatakan si Y berbakat badan tinggi”.
Dari contoh tersebut dapatlah kita mengatakan bahwa kata “bakat” dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti “kecakapan pembawaan” yaitu yang mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) yang tertentu.
Sedangkan kata pembawaan mengendung arti yang lebih luas; yaitu semua sifat-sifat ciri-ciri, dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa sejak lahir; termasuk juga pembawaan keturunan. 
4.      Macam-macam Pembawaan dan Pengaruh Keturunan
a.       Macam-macam pembawaan
1)      Pembawaan Jenis
Tiap-tiap manusia biasa diwaktu lahirnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelijensinya, ingatannya dan sebagainya semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas, dan berbeda dengan jenis-jenis makhluk lain.
2)      Pembawaan Ras
Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan yang juga termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras. Seperti ras Indo Jerman, ras Mongolia, ras Negro, dan lain-lain. Masing-masing ras itu dapat terlhat perbedaannya satu sama lain.
3)      Pembawaan Jenis Kelamin
Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin masing-masing: laki-laki atau perempuan. Pada kedua jenis kelamin itu terdapat pula perbedaan sikap dan sifatnya terhadap dunia luar. Tetapi dalam hal ini kita hendaklah berhati-hati dalam mencari perbedaan sifat antara kedua jenis kelamin itu.
4)      Pembawaan Perseorangan
Kecuali pembawaan-pembawaan tersebut di atas, tiap-tiap orang (individu) memiliki pembawaan yang bersifa individual (pembawaan perseorangan) yang tipikal. Tiap-tiap individu- meskipun bersamaan ras atau jenis kelaminnya- masing-masing mempunyai pembawaan watak, intelijensi, sifat-sifat dan sebagainya yang berbeda-beda. Jadi tiap-tiap orang mempunyai pembawaan perseorangan yang berlain-lainan.
                        Dari uraian tersebut diatas nyatalah bahwa pembawaan – terutama pembawaan keturunan- sebagian besar menampakkan diri dalam sifat-sifat jasmaniah (physis) dan sebagain lagi dalam pemabwaan rohaniah (psikis). Tentu saja pembawaan keturunan yang bersifat fisis lebih terlihat dengan nyata dari pada pembawaan keturunan yang bersifat kejiwaan atau psikis.
b.      Beberapa macam pembawaan tersebut diatas yang paling banyak ditentuka oleh keturunan ialah pembawaan ras, pembawaan jenis dan pembawaan kelamin. Ketiga macam pembawaan tersebut dapat dikatakan sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan. Akan tetapi pada pembawaan perseorangan, pengaruh lingkungan adalah penting. Banyak sifat-sifat pembawaan perseorangan yang alam pertumbuhannya lebih ditentukan oleh lingkungannya. Adapun yang termasuk pembawaan perseorangan yang dalam pertumbuhannya lebih ditentukan oleh pembawaan ketururnan antara lain ialah:
a)      Konstitusi tubuh.
b)      Cara bekerja alat-alat indra.
c)      Sifat-sifat ingatan dan kesanggupan belajar.
d)     Tipe-tipe perhatian, intelijensi kosien (I.Q) serta tipe-tipe intelijensi.
e)      Cara-cara berlangsungnya emosi-emosi yang khas
f)       Tempo dan ritme perkembangan.
b. Lingkungan
1.      Macam-macam Lingkungan
Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) mengatakan bahwa apa yang dilmaksud dengan lingkungan (environment) ialah meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita,
Menurut Sartai lingkungan alam dapat dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut:
a.       Lingkungan alam/luar (external or physical environment),
Yang dimaksud dengan lingkungan alam/luar ialah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia.
b.      Lingkungan dalam (internal environment),
Yang dimaksud dengan lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar/alam. Akan tetapi makanan yang sudah ada dalam perut kita, kita katakan berada antara external dan internal environment kita.
c.       Lingkungan sosial/masyarakat (social environment).
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial ialah seemua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung.
Masing-masing dari kita, terutama dalam hal kepribadian kita adalah hasil interaksi antara gen-gen dan lingkungan sosial kita, karena interaksi ini maka tiap-tiap orang adalah unik, tiap orang memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu sama lain.
2.      Bagaimana individu berhubungan dengan lingkungan?
Allport merumuskan kepribadian maniusia itu sebagai berikut: “ Kepribadian adalah organisasi dinamis dari pada sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan”.
Dari definisi tersebut jelas bahwa kepribadian manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan atau kesatuan individu saja, tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungannya. Kepribadian itu menjadi kepribadian apabila keseluruhan sistem psikofisiknya, termasuk pembawaan, bakat, kecakapan, dan ciri-ciri kegiatannya, menyataka diri dengan khas dalam menyesuaikan dirinya ddengan lingkungannya.
Dalam arti yang luas menyesuaikan diri itu berarti:
a.       Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (penesuaian autoplastis).
b.      Mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri (penyesuaian diri alloplastis)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Manusia adalah makhluk-makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain. Teori mengenai perkembangan manusia meliputi teori nativisme, teori empirisme dan teori konvergensi.Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan).
2.  Perkembangan dan pertumbuhan manusia adalah Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang alami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis dan memiliki tugas serta tahapan-tahapan perkembangan dan pertumbuhan manusia dari awal kehidupannya hingga akhir kehidupan.
3.   Baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir maupun faktor lingkungan termasuk pengalaman dan pendidikan yang merupakan faktor eksogen.Dari bermacam-macam teori perkembangan seperti tersebut, teori yang dikemukakan oleh William Stern merupakan teori yang dapat diterima oleh para ahli pada umumnya, sehingga teori yang dikemukakan oleh William Stern merupakan salah satu hukum perkembangan individu disamping adanya hukum-hukum perkembangan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
•    Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Cet.XIV; Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 1998.
•    Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Cet.III; Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003.
•    http://aprileopgsd.wordpress.com/2013/05/23/makalah-psikologi-manusia-pembawaan-dan-lingkungan.
•    http://macro bio student ummy solok_ makalah pengantar pendidikan“hakikat manusia dan pengembangannya”.html
•    http://Konsep manusia seutuhnya.htm
•    Pengantar pendidikan,Prof.DR.Umar tirtarahardja dan Drs.s.L.La Sulo
•    http://Hakikat Manusia dan Perkembangannya _ Afid Burhanuddin.html
•    http://nursekhamaulida makalah pendidikan manusia seutuhnya.htm
•    http://pengantar pendidikan – ringkasan materi _ suharnisihombing.htm



Psikologinfo

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

 
biz.